REKOMENDASI FANFICTION

Love never comes easy

Title: Love Never Comes Easy

Characters/ Pairing: Hatake Kakashi, Haruno Sakura,

Uchiha Obito

Type: Multiple Chapter

Rating: T

Genre: Romance, Friendship

Warnings: KakaSaku, ObitoSaku, HighSchool!Verse,

Slow Build/ Burning.

Disclaimer: Naruto Masashi Kishimoto

(Kami tidak mencari keuntungan dalam bentuk materi

apapun dari penggunaan karakter-karakter ciptaan

Masashi Kishimoto)

Non-edited. So all mistakes are mine.

Everyting is hard before it is easy—Goethe

:

1

"Intoleransi laktosa."

Sakura mengangguk. "Intoleransi laktosa."

Shizune bersandar pada punggung kursi, menimbulkan

bunyi berderit. Wajahnya setengah bingung, setengah

geli. "Bagaimana kau bisa ... selama hampir tiga tahun

ini..."

"Pengalaman? Insting?" Sakura mengedikkan bahu.

"Mencoba semua makanan yang disediakan, lalu

mencatatnya jika ada di antara makanan atau

minuman yang kucoba bisa menimbulkan alergi."

Shizune mengangguk, menatap gadis di hadapannya

dengan kagum. "Kalau begitu, aku akan memberitahu

koki sekolah-"

"Tidak usah, dok," potong Sakura cepat. "Jangan

korbankan tiga ratus siswa demi diriku."

"Kau baik sekali, Haruno. Tapi bukan itu maksudku."

Shizune tergelak membuat wajah Sakura memerah.

Dia lalu melanjutkan, "Kau akan tinggal di klinik selama

dua hari ..." Terdengar erangan pelan dari Sakura tapi

Shizune tak berhenti. "Dan aku akan memberitahu

koki sekolah untuk memberikan makanan yang tidak

mengandung susu selama kau ada di klinik."

"Aku bisa minum Yakult. Dan yoghurt," kata Sakura

lagi dan dia tersenyum saat Shizune mencatatnya di

kertas.

"Ada lagi?"

"Yoghurt semua rasa." Sakura menyeringai. "Oh, bisa

aku minta cheesecake?"

"Itu mengandung susu, Haruno."

"Please? Just one slice? I can tolerate it, you know."

Sakura memasang mata bulat terang bercahaya pada

dokter wanita itu, membuatnya menghela napas.

"Fine." Shizune kembali mencatat. "Omong-omong,

kenapa hari ini kau bisa kecolongan?" Dia mengingat

bagaimana gadis tahun akhir itu mendatangi kliniknya

sambil memegang perut dan wajah memerah. Dia

bertanya-tanya, apakah wajah memerah Sakura saat

itu akibat mulas atau malu karena telah mengeluarkan

gas saat pelajaran jam pertama berlangsung.

Sakura menggigit bibir bawah lalu bercerita, "Hari

pertama tahun ketiga, dok. Aku terlalu menikmati libur

panjang hingga tak sadar kalau hari ini harus kembali

ke sekolah. I just grabbed everything when breakfast at

home. Eat everything and then ... here I am."

Shizune mengernyit. Apa orang tua Haruno tahu jika

putri mereka menderita intoleransi laktosa? Kalau

mereka tahu, kenapa mereka menyediakan makanan

yang mengandung susu? "Apa orang tuamu tahu?"

"Tentu saja, dok. In this case, aku sendiri tidak tahu

siapa yang harus disalahkan. Penyakitku atau nafsu

makanku yang begitu besar." Sakura tertawa lepas,

sama sekali terlihat tak merasa terbebani dengan apa

yang baru saja dialaminya.

Shizune lalu menyatukan jari-jemarinya di atas meja,

kali ini berbicara serius. "Lain kali, berikan aku catatan

milikmu mengenai makanan atau minuman yang bisa

kau konsumsi, oke? Supaya aku bisa mengontrolmu

saat di sekolah."

"Oke," sahut Sakura singkat sebelum memegang

abdomennya kembali dengan wajah meringis. "Kurasa

... aku ..."

"Masuk ke toilet, Haruno. Go!"

"I'm sorry, doc!" Sakura menghambur ke toilet,

menutupnya dengan cepat dan klinik kembali hening.

Shizune berdiri dari kursinya, berjalan menuju lemari

untuk mengambil gaun putih selutut bermotif

polkadot lalu meletakkannya di atas tempat tidur

yang akan ditempati Haruno. Dia menarik napas

panjang sambil menggeleng tak percaya jika gadis

itu menyembunyikan penyakitnya selama hampir

tiga tahun bersekolah di Acadia. Dia membayangkan

bagaimana gadis itu harus memilah-milah apa yang

bisa dan tak bisa dikonsumsi saat jam makan siang

berlangsung. Apa Haruno pernah sarapan di sekolah,

ya?

Pintu toilet terbuka dan Haruno keluar dengan wajah

lega sambil menepuk-nepuk perutnya. Shizune

lalu menunjuk tempat tidur dan menyuruh gadis

itu mengganti pakaian. "Beristirahatlah. Aku mau

menemui koki sekolah dan memberikan catatan ini.

Ada yang perlu kau tambahkan?"

Tirai hijau toska terbuka. Sakura sudah berganti

pakaian dan kini duduk di tepi tempat tidur, kedua kaki

menggantung dan berayun-ayun ringan. "Boleh aku

minta teh pekat? Itu bisa meringankan sakit perutku."

Shizune mengangguk. Sebelum tangannya mencapai

gagang pintu, Haruno kembali berkata dengan seringai

Mendengarnya,

mengacungkan

Shizune hanya menggeleng sambil

salah satu ibu jarinya dan menutup

pintu dari luar. Kini yang terdengar hanya suara detak

jam. Saking sunyinya, Sakura bahkan bisa mendengar

detak jantungnya sendiri bergema di dalam kepalanya.

Menarik napas panjang, dia lalu mengangkat

kedua lutut, mendekapnya ke dada dengan kedua

tangan sebelum menempelkan dahinya di sana dan

mengerang pelan. Rasa-rasanya dia ingin menangis

mengingat kejadian di dalam kelas tadi. Bagaimana

tubuh bagian bawahnya mengeluarkan gas, membuat

seisi kelas yang tadinya hening mendengar penjelasan

Profesor Sarutobi, kasak kusuk seketika mencari-cari

asal aroma tak menyenangkan itu.

Sakura merasa semua tatapan tertuju padanya, dan

dengan gerakan cepat mengalahkan kilat menyambar

di langit, meninggalkan ransel dan bukunya, Sakura

keluar dari kelas, berlari secepat mungkin menuju

klinik.

"Kau baik-baik saja?"

Tirai di sebelahnya tersingkap membuat mata Sakura

mengerjap-ngerjap. Oh shit. Dia tidak tahu ternyata ada

orang lain bersamanya di dalam klinik. Dokter Shizune

tidak memberitahunya jika ada orang lain di dalam

klinik. Rasanya Sakura ingin tenggelam saja di tempat

tidur saat ini.

"Hei, kau baik-baik saja?" tanya suara itu lagi ketika

Sakura tak menjawab.

Sakura menggeleng pelan sebelum mengangkat wajah

dengan mata yang agak sembab, menoleh ke samping

kanan untuk menemukan Uchiha menatapnya dengan

dahi mengernyit. Pria itu tengah bersandar di dinding

sewarna magnolia dengan sebuah buku tebal terbuka

di pangkuannya. Dia memakai gaun yang sama

dengan Sakura dan tubuhnya tertutup selimut dari

pinggul hingga ke bawah. Rambutnya tampak mencuat

ke segala arah dan kulit tan-nya terlihat lebih muda dari

biasanya.

"Apa yang kaulakukan di sini?"

"Apa yang kau lakukan di sini?" Alis Uchiha terangkat

sebelah.

"Aku sakit."

"Aku juga sakit."

Sakura memutar sepasang bola mata hijaunya. "Aku

tidak melihat Profesor sakit."

Uchiha lalu menyingkap selimutnya, memperlihatkan

perban putih yang melilit pergelangan kaki kanannya.

"Terkilir saat turun gunung semalam."

"Turun gunung? Sir, kau membuatnya terdengar seperti

kaubertapa selama bertahun-tahun di atas sana."

Sakura lalu menggigit bibir bawahnya. "So ... did you

heard?"

Uchiha mengangguk. "Maaf. Aku tidak bermaksud

menguping tapi suara kalian cukup keras. Membaca

pun tak cukup mengalihkan perhatianku. Mungkin lain

kali aku harus meminta Shizune menambah dosis obat

tidur."

Sakura menatap Profesor muda yang mengisi mata

pelajaran Sejarah itu. Dengan rambut hitam legam

sewarna kayu eboni serta serta sepasang mata

sekelam malam yang rasa-rasanya bisa menembus

pikiran, Sakura mengakui jika Profesor Uchiha

is hot. Yeah, he's a hot teacher. Bagaimana para

siswi berkumpul ketika Profesor Uchihamelakukan

wall climbing, bersorak dari bawah atau sekedar

mengagumi otot bisepnya yang berkontraksi saat

menjangkau poin demi poin hingga tiba di puncak.

Entah sadar dengan reputasinya yang tak bisa

diabaikan begitu saja, Uchiha justru menyeringai dari

atas sana sambil melambai, membuat beberapa siswi

pingsan hingga membuat Kepala Sekolah khawatir

berlebihan, menganggap Acadia Boarding School

dilanda kesurupan masal. Yeah, totally fainted, swear

to God. Oh, don't forget he has a fine ass, too.

Sakura menggeleng pelan, menyembunyikan wajahnya

yang memerah. Bukan karena perutnya mulas

kembali tapi karena pikirannya yang menjalar ke

mana-mana. Berdua saja dengan Profesor Uchiha di

klinik, berharap-harap cemas dalam hati agar dia tidak

mengeluarkan gas lagi. Kalau hal itu sampai terjadi

-Sakura menepuk-nepuk perutnya—dia bisa malu

setengah mati dan memilih untuk tak bersekolah lagi di

sini.

*

"Kau baik-baik saja, Miss Haruno?"

"Yeah, I'm fine. Hanya membayangkan reaksi mereka

saat tahu Profesorada di sini."

"Aku tidak sepopuler itu, Miss Haruno," ujar Uchiha

sambil tertawa. "Aku hanya guru Sejarah yang bagi

sebagian besar orang adalah mata pelajaran yang

cukup membosankan. It means I'm boring."

"Sejarah tidak membosankan! Kau tidak

membosankan!" kata Sakura cepat membuat salah

satu alis Uchiha terangkat tak percaya. "Ma-maksudku,

uh, Sejarah tidak membosankan." Kalau yang mengajar

adalah dirimu. Tapi dia menahan kalimat itu di lidahnya

dan berkata, "Aku lebih memilih Sejarah dibanding Seni

Lukis."

"Benarkah?" Kali ini kedua alis Profesor Uchiha naik

cukup tinggi hampir mencapai garis rambutnya.

"Profesor Yuhi pasti kecewa mendengarmu."

"Itu kalau kau memberitahunya." Bahu Sakura

mengedik dan Profesor muda di sebelahnya kembali

tertawa.

"Your secret safe with me." Uchiha mengerling dan hal

itu membuat wajah Sakura berasap seperti air ketel

yang mendidih. Dan momen itu tiba, tidak diharapkan,

membuat Sakura terbakar dari ujung kaki hingga ujung

rambut saat tubuhnya lagi-lagi mengeluarkan gas.

Sakura mengutuk dirinya, mengutuk situasinya

sekarang. Mengutuk keberadaan Obito Uchiha

yang menatapnya dengan mengerjap-ngerjap. Dia

menunggu pria muda itu menertawainya. "Jangan

tertawa," ujarnya cepat.

"Aku tidak melakukan apa-apa." Uchiha memasang

tampang polos.

"Sungguh, jangan tertawa." Sakura menutup wajahnya

dengan kedua tangan.

"Apa yang kau pikirkan, Miss? Menertawai muridku

sendiri? Itu hal yang sangat tidak bijak untuk dilakukan

seorang pengajar." Uchiha menutup buku yang sedari

tadi diabaikannya, meletakkannya di atas nakas lalu

bergerak untuk duduk di tepi tempat tidur menghadap

Sakura. "You know your secret is safe with me."

"It's not that secret anymore." Sakura berujar lirih.

"Tapi tak ada seorang pun yang tahu tentang

intoleransi laktosa yang kau derita." Suara Uchiha

terdengar lembut dan renyah di saat bersamaan

membuat Sakura menengadah padanya. "Lagipula

setiap orang punya rahasia."

"Highschool is suck." Sakura menghela napas.

"Highschool is suck." Uchiha kembali menyeringai saat

berkata, "Tinggal setahun dan kau bebas melakukan

apapun yang kau inginkan."

"Kau bilang kalau punya rahasia."

"Aku tidak akan memberitahumu." Uchiha kembali

mengangkat selimutnya sebelum bergelung di

bawahnya dengan sangat pelan, menghindari

pergelangan kakinya agar tak banyak bergerak.

"Hei, kausudah tahu rahasiaku." Sakura mengerutkan

hidung.

"You tell me nothing. Kebetulan saja aku ada di tempat

dan waktu yang tepat." Uchiha tergelak membuat

Sakura mau tak mau ikut tertawa.

"You tell me nothing. Kebetulan saja aku ada di tempat

dan waktu yang tepat." Uchiha tergelak membuat

Sakura mau tak mau ikut tertawa.

Obito Uchiha sama sekali tidak membosankan. Sakura

memutuskan dalam hati. Dia hanya tidak tahu atau

tidak sadar dengan reputasinya di kalangan para siswi

di sekolah ini. Dan saat ini, entahlah, Sakura cukup

menikmati percakapan mereka. "Kalau aku keluar dari

sini, begitu pun dirimu, bolehkah kita makan ang

*

bersama?" Entah dari mana keberaniannya datang

hingga Sakura tiba-tiba menanyakan hal itu. "Uh,

maksudku makan siang ..."

"Sure."Uchiha tersenyum. Lalu tangannya meraih buku

di atas nakas, membawanya kembali ke pangkuan dan

berkata, "Kau bisa mencariku di perpustakaan saat jam

makan siang. Have a rest, Miss Haruno."

Sakura berbinar mendengarnya lalu berujar, "Thank

you, Sir!"Uchiha mengangguk sekali lalu menutup tirai

miliknya. Dengan senyuman masih tersungging di bibir

mungilnya, Sakura menatap jam dinding. Sebentar

lagi pergantian jam pelajaran lalu jam istirahat. Sambil

menunggu kedatangan dokter Shizune, Sakura

menghabiskan waktunya dengan membuat doddles

di halaman paling belakang dari buku tulisnya. Saat

rasa bosan menghinggapinya, dia mulai membuat

daftar makan siang yang akan dibawanya saat

bertemu dengan Profesor Uchiha, dan hal itu membuat

senyumnya makin lebar.

TBC

:

Pertama kali membuat ObiSaku, jadi mohon maaf jika

ada yang tidak/ kurang berkenan. Tapi saya pastikan,

fic ini adalah KakaSaku, as usual #grin. Tapi untuk

sampai ke sana, kita akan melewati proses yang cukup

panjang, karena Love Never Comes Easy, right?

Don't forget to leave a trace of Reviews, fav/ foll.

Have a nice day, everyone!

https://www.fanfiction.net/s/13095650/1/79

Comments